Jumat, 28 November 2014

Pedofil Ancam Generasi Penerus Bangsa



Pedofil ancam generasi penerus bangsa
Bram AW*,evi S, puji R,putri AL, titin F,
Abstrak
Pedofilia merupakan suatu patologi sosial. Pedofilia menjadi ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian pedofilia dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek material dan spiritual. Oleh karena itu pedofilia harus diberantas dengan cara yang rasional. Salah satu usaha yang rasional tersebut adalah dengan pendekatan kebijakan penegakan hukum pidana. Masalah saat ini yang kita hadapi ialah apakah masyarakat benar benar memahami bahaya pedofilia terhadap orang orang terdekatnya. Nah, dari hal itulah kelompok kami berinisiatif untuk sedikit mengulas tentang apa sih pedofilia itu, khusunya kasus pedofilia pada kasus Jakarta International School (JIS) yang tak asing lagi di telinga kita.



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi, kita sudah tak asing lagi dengan pelanggaran norma agama, kesusilaan, kesopanan, kebiasaan, dan juga norma hukum. Khususnya di negara kita, Negara Indonesia.
Tanpa kita sadari pelanggaran pelanggaran norma tersebut mengakibatkan kemerosotan moral bangsa, yang jika di teruskan akan menggerogoti pada pola pikir manusia dan akan merusak tatanan hidup manusia. Kemerosotan moral bangsa tersebut ditandai dengan banyaknya tindak asusila  khususnya “pedofilia”.
Lambat laun kasus pedofilia semakin marak terjadi di negara kita. Oleh karena itu peran generasi penerus bangsa sangat di harapkan dan sangat  berpengaruh kepada bangsa kita, akan di bawa kemanakah nasib Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Akankah kita sebagai generasi muda  memilih untuk diam, pasif  dan acuh tak peduli terhadap hal tersebut. Pastinya jawabannya akan bervariatif.  Ada generasi muda yang  lebih memilih untuk diam saja dan ada generasi muda yang berusaha untuk  melakukan perubahan yang  lebih baik terhadap nasib moral bangsa Indonesia.
Pada kasus pedofilia Jakarta International School,  yang menjadi korban adalah anak-anak yang masih sangat belia. Sungguh miris di dengar bukan ?
Padahal  anak merupakan generasi penerus bangsa, karena di pundaknya terletak tugas bangsa yang belum terselesaikan oleh generasi-generasi sebelumnya.

Sebagai generasi penerus cita-cita bangsa dan negara, anak-anak harus dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, bahagia, berpendidikan dan bermoral tinggi serta terpuji. Perlindungan anak merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan dalam wujud memberikan kesejahteraan dalam konteks kesejahteraan sosial secara keseluruhan.  Dengan demikian kami akan membahas sedikit tentang pedofilia yang terjadi pada kasus pelecehan seksual yang terjadi di JIS ( jakarta international school ).

1.2  tujuan dan manfaat
1.      tujuan :
a.       Untuk memahami pengertian pedofil secara lebih mendalam.
b.      Untuk memahami dampak pedofil.
c.       Untuk mengetahui faktor faktor terjadinya pedofil.
d.      Untuk menanggulangi pedofilia terhadap generasi penerus bangsa.
2.      Manfaat :
a.       Dapat memahami pengertian pedofil.
b.      Dapat memahami dampak pedofil.
c.       Dapat mengetahui faktor faktor pedofil.
d.      Dapat menanggulangi pedofilia terhadap generasi penerus bangsa.
BAB II
PERMASALAHAN
1.      Apa pengertian pedofilia ?
2.      Apa saja dampak pedofilia terhadap para korban di JIS ?
3.      Apa saja faktor faktor penyebab terjadinya pedofilia ?
4.      Apa saja yang dapat kita lakukan untuk menanggulangi pedofilia ?
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian pedofilia
Kata ini berasal dari bahasa Yunani:  paidophilia (παιδοφιλια)—pais (παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan".[5] Di zaman modern, pedofil digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak" dan sebagian besar dalam konteks ketertarikan romantis atau seksual.
Pada diagnose medis,  Pedofilia  didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (usia 16 tahun ke atas), yang biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun ke bawah, walaupun masa pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal berusia lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 tahun ke atas) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia.
Menurut dokter spesialis kejiwaan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Teddy Hidayat, ada tiga jenis Pedofilia.Yang pertama, adalah Immature Pedophiles. Menurut Teddy, pengidap Immature Pedophiles cenderung melakukan pendekatan kepada targetnya yang masih anak-anak di bawah umur. Misalnya dengan cara mengiming-imingi korban dengan hal-hal menyenangkan seperti permen, uang jajan atau permainan.
Tipe yang kedua adalah  Regressed Pedophiles. Pemilik kelainan seksual ini biasanya memiliki istri sebagai kedok penyimpangan orientasi seksualnya. Tak jarang pasangan ini memiliki masalah seksual dalam rumah tangga mereka. Menurut beliau, dalam beroperasi, tipe ini langsung main paksa terhadap korbannya, tanpa ada iming-iming tertentu.
Tipe yang terakhir, menurut Teddy, lebih agresif. Karena sifatnya itu, pengidap kelainan ini diberi nama Agressive Pedophiles. Orang tipe ini rata-rata memiliki perilaku anti-sosial di lingkungannya. Tipe ini biasanya memiliki keinginan untuk menyerang korbannya, bahkan tidak jarang berpotensi membunuh korbannya setelah dinikmati.
3.2 Dampak Pedofilia
            Kekerasan seksual terhadap anak memang perlu diwaspadai orang tua. Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta Internasional School (JIS) mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi orang tua untuk meningkatkan       kewaspadaan terhadap anak. Kasus JIS bukan kasus pertama kekerasan seksual terhadap  anak-anak. Ini menunjukkan bahwa anak merupakan sasaran empuk bagi pelaku karena mudah di pengaruhi. Bukan tanpa alasan, dampak psikologis pada korban akan sangat berpengaruh pada kehidupannya.
Jika trauma tidak segera dihilangkan pada anak secara dini, ketika dewasa mereka cenderung bermasalah terkait dengan hubungan dengan lawan jenis. Ia cenderung berpikir negatif terhadap lawan jenis. Karena pelecehan yang dialami menjadi pengalaman seks pertama bagi anak. Sebagian korban pelecehan seksual perlu penanganan yang serius dari orang tua, perlu penanaman nilai religius dan perhatian yang cukup. Jangan biarkan anak menghayati pengalaman itu. Jika tidak, sangat memungkinkan kelak anak akan meniru tindakan tersebut. Sungguh mengerikan jika hal tersebut terjadi.
            Sehingga dapat di simpulkan bahwa dampak terbesar dari akibat perilaku pedofilia itu adalah  psikologis korban. Kelompok kami juga berpendapat jika pedofil terus meningkat di bangsa ini, maka cepat atau lambat bangsa kita akan juga terhambat untuk berkembang. Karena apa?, korban kejahatan seksual seperti pedofil itu adalah remaja atau anak anak dibawah umur yang merupakan fondasi – fondasi  pembangun bangsa Indonesia. Jika penerusnya dirusak dengan kejahatan kejahatan tersebut bagaimana nasib bangsa kita kedepannya?. Bukan tidak mungkin lagi budaya timur yang selama ini kita junjung tinggi akan tersingkir dengan budaya budaya barat  yaitu perilaku perilaku individu yang mencerminkan penyimpangan sosial.
3.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pedofilia
Dari Penelitian membuktikan bahwa penderita Pedofilia kebanyakan adalah yang memiliki dua kemungkinan. Pertama, dulunya dia juga korban pencabulan anak dan/atau kedua,  pelaku gemar mencari variasi dalam usaha mendapatkan kepuasan seksual, mungkin karena bosan dengan partner seksnya atau malah kesulitan mendapat partner seks dewasa.
Intinya, memang sang Pedofil hanya tertarik pada anak-anak (atau remaja) sebagai media pemuas nafsu seks mereka. Akibatnya , si korban pun nantinya akan mendapat peluang untuk menjadi generasi penerus  Pedofilia.
Oleh karena itu, kasus-kasus Pedofilia ini memang sudah menjadi ‘rantai lingkaran setan’ yang harus segera ‘diputuskan’.
Pedofilia belum bisa diobati. Namun, berbagai perawatan yang tersedia yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah ekspresi perilaku Pedofilia, mengurangi prevalensi pelecehan seksual terhadap anak. Pengobatan terhadap Pedofilia sering kali membutuhkan kerjasama antara penegak hukum dan profesional kesehatan dan medis. Teknik pengobatan seperti, terapi perilaku kognitif (seperti terapi relaksasi dan distraksi) telah terbukti mengurangi tingkat residivisme pada para pelaku kejahatan seksual. Sementara, sejumlah teknik terapi lain yang diusulkan untuk mengobati Pedofilia sedang dikembangkan, meskipun tingkat keberhasilannya sangat rendah.
Dalam sebuah artikel yang kelompok kami kutip di dw.de juga menjelaskan Sekelompok ilmuwan lintas institusi menyelidiki penyebab prilaku pedofil. Kendati beragam hasil penelitian sudah dipublikasikan terkait prilaku menyimpang itu, hingga kini ilmuwan belum berhasil menguak fungsi otak seorang pedofil, kata Pakar Psikologi dan Psikoterapi Jerman, Jorge Ponseti.
"MRT membuka jalan untuk mempelajari aktivitas dan struktur otak. Yang menyenangkan adalah kami tidak harus membedah kepala pelaku," katanya. Penggunaan MRT serta merta menggandakan temuan terkait prilaku seorang pedofil.

Pakar medis misalnya menyusun karakter yang mengarah pada pelaku kejahatan seksual. "Pedofil biasanya menunjukkan penyimpangan dalam Neuropsikologi," kata Ponseti. "Tingkat intelegensia-nya kira-kira lebih rendah delapan persen ketimbang rata-rata."
"Yang menarik adalah usia korban berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan pelaku," imbuhnya lagi. Jadi semakin bodoh seorang pelaku, semakin muda juga usia anak di bawah umur yang menjadi korbannya.
Selain itu temuan terbaru membuktikan, pedofil cendrung memiliki tubuh yang lebih pendek ketimbang rata-rata penduduk. Ilmuwan Kanada juga melaporkan, pedofil mengalami cedera kepala dua kali lipat lebih banyak ketimbang anak-anak pada umumnya.
Kelompok kami juga berpendapat pedofilia timbul karena mental setiap individu yang rusak. Menurut kami ini disebabkan masih mudahnya akses situs porno dalam masyarakat sehingga setiap masyarakat dapat dengan mudah mengakses situs tersebut.
Selain karena hal tersebut. Menurut kami pedofilia juga disebabkan lingkungan yang kurang bagus. Sehingga membuat seseorang merasa tindakan tindakan kriminal seksual sudah lumrah dan legal untuk dilakukan.
Jadi peran orang tua terhadap anak dan keluarga mereka sangat penting sehingga tidak lagi terlahir dan terhindar timbulnya pedofilia di keluarga mereka.
3.4 Cara Menanggulangi Pedofilia
            Dalam rangka menekan angka pedofilia di Indonesia terdapat beberapa cara yang dilakukan. Yang pertama ialah penegakan hukum.  Pengaturan tentang tindak pidana pedofilia telah diatur dalam hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Namun kebijakan formulasi peraturan
perundangan-undangan mempunyai beberapa kelemahan. Pada tahap aplikatif hakim tidak bebas untuk menentukan jenis-jenis sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap pembuat tindak pidana pedofilia. Hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak membuat peraturan atau ketentuan yang bersifat khusus atau menyimpang dari KUHP, sehingga apapun jenis sanksi pidana yang tertuang dalam undang-undang harus diterapkan oleh hakim. Kebijakan penanggulangan tindak pidana pedofilia di masa yang akan datang tetap harus dilakukan dengan sarana penal. Kebijakan formulasi hukum pidana harus lebih optimal dan mampu untuk menjangkau perkembangan jenis kejahatan
khususnya yang berkenaan dengan delik kesusilaan atau pedofilia.
            Selain itu sebagai penekanan lain juga dapat di lakukan dalam keluarga. Terutama melaui orang terdekat. Contohnya orang tua.
Sebagai orang tua, tentu rasa kekhawatiran kita terhadap keamanan dan keselamatan buah hati kita akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kasus kejahatan seks terhadap anak-anak dan remaja di dalam negeri, saat ini. Namun, selalu ada cara bagi kita semua untuk setidaknya mengurangi rasa kekhawatiran tersebut. Pengenalan seks dini terhadap buah hati Anda dapat menjadi salah satu solusi. Seto Mulyadi, Doktor Psikologi anak Universitas Indonesia (UI) yang biasa akrab dipanggil Kak Seto itu mengatakan pendidikan seks usia dini dapat dimulai sejak anak berusia dua setengah hingga tiga tahun.”Pada usia dua setengah sampai tiga tahun, anak-anak mulai memegang organ intimnya. Jadi, orang tua dapat memperkenalkan tentang kesehatan reproduksi pada usia tersebut,” ujarnya.
Ketua pertama Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) itu juga mengatakan, pendidikan seks bisa dimulai dari bagaimana menjaga kesehatan organ intim anak-anak, mulai dari harus dibersihkan setiap saat hingga tidak boleh memegang organ intim saat tangan kotor. Anak juga perlu diajarkan untuk menjaga organ intimnya, seperti menolak bila orang lain (siapapun, meski saudara terdekatpun) hendak memegang atau meraba organ intim mereka. Mereka perlu tahu risiko penyakit-penyakit kelamin menular yang tidak diinginkan bila mereka tidak menjaga kebersihan organ intim mereka sendiri. Jangan lupa juga untuk mengingatkan anak untuk tidak meraba, memegang atau mengganggu organ intim orang lain.”Anak harus jadi garda terdepan untuk melindungi dirinya sendiri. Anak juga perlu diajarkan berteriak dan melapor kepada orang tua, apabila ada yang ingin meraba organ intimnya. Hal ini akan dilakukan anak hingga mereka dewasa,” ujarnya lagi.
Selain itu, di sekolah, diperlukan juga koordinasi yang baik antara pihak orang tua dan pihak sekolah, terutama guru (wali kelas secara langsung) yang melalui waktu paling banyak bersama murid di lingkungan sekolah. Dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik diantara orang tua dan guru kelas, tanggung jawab akan peranan masing-masing akan dapat lebih ditingkatkan, dan diharapkan keamanan dan keselamatan buah hati kita di sekolah pun akan lebih terjaga.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas kami menyimpulkan bahwa pedofilia merupakan gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (usia 16 tahun ke atas), yang biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun ke bawah, walaupun masa pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal berusia lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 tahun ke atas) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Seperti halnya yang terjadi di JIS ( Jakarta International School),kasus kekerasan seksual yang dialami oleh salah satu siswa JIS yang berinisial AK. Hal tersebut menimbulkan dampak negatif pada korban, utamanya pada gangguan psikologis.
Kelompok kami menyimpulkan jika pedofil terus meningkat di bangsa ini, maka cepat atau lambat bangsa kita akan juga terhambat untuk berkembang. Karena apa?, korban kejahatan seksual seperti pedofil itu adalah remaja atau anak anak dibawah umur yang merupakan fondasi – fondasi  pembangun bangsa Indonesia. Jika penerusnya dirusak dengan kejahatan kejahatan tersebut bagaimana nasib bangsa kita kedepannya?. Bukan tidak mungkin lagi budaya timur yang selama ini kita junjung tinggi akan tersingkir dengan perilaku perilaku individu yang mencerminkan penyimpangan sosial.
Kelompok kami juga menyimpulkan bahwa pedofilia timbul karena mental setiap individu yang rusak. Menurut kami ini disebabkan masih mudahnya akses situs porno dalam masyarakat sehingga setiap masyarakat dapat dengan mudah mengakses situs tersebut.
Selain karena hal tersebut. Menurut kami pedofilia juga disebabkan lingkungan yang kurang bagus. Sehingga membuat seseorang merasa tindakan tindakan kriminal seksual sudah lumrah dan legal untuk dilakukan.
Dalam menanggulangi kasus pedofilia peran orang terdekat sangat berpengaruh, seperti halnya orang tua dan guru. Harus benar-benar mengawasi kegiatan anaknya atau anak didiknya. Yang kedua, memberikan pendidikan seks usia dini,agar anak benar-benar memahami apa yang seharusnya lindungi dari orang lain, contohnya bagian organ intim. dan terakhir penegakan harus jelas dan tegas agar dapat menekan angka pertumbuhan pedofilia di Negara kita.































DAFTAR PUSTAKA
http://intisari-online.com/read/tiga-jenis-paedofilia
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia
http://www.oprah.com/oprahshow/Meet-Masha_1/1
www.antaranews.com/berita/432518/kak-seto-pendidikan-seks-sejak-anak-25-tahun
http://www.dw.de/darimana-hasrat-seksual-pedofil-berasal/a-17651137


Tidak ada komentar:

Posting Komentar