Pedofil
ancam generasi penerus bangsa
Bram AW*,evi S, puji R,putri AL, titin
F,
Abstrak
Pedofilia merupakan suatu patologi
sosial. Pedofilia menjadi ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial
sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian
pedofilia dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek material
dan spiritual. Oleh karena itu pedofilia harus diberantas dengan cara yang rasional.
Salah satu usaha yang rasional tersebut adalah dengan pendekatan kebijakan
penegakan hukum pidana. Masalah saat ini yang kita hadapi ialah apakah
masyarakat benar benar memahami bahaya pedofilia terhadap orang orang
terdekatnya. Nah, dari hal itulah kelompok kami berinisiatif untuk sedikit
mengulas tentang apa sih pedofilia itu, khusunya kasus pedofilia pada kasus
Jakarta International School (JIS) yang tak asing lagi di telinga kita.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Pada era
globalisasi, kita sudah tak asing lagi dengan pelanggaran norma agama,
kesusilaan, kesopanan, kebiasaan, dan juga norma hukum. Khususnya di negara
kita, Negara Indonesia.
Tanpa kita
sadari pelanggaran pelanggaran norma tersebut mengakibatkan kemerosotan moral
bangsa, yang jika di teruskan akan menggerogoti pada pola pikir manusia dan akan
merusak tatanan hidup manusia. Kemerosotan moral bangsa tersebut ditandai
dengan banyaknya tindak asusila khususnya
“pedofilia”.
Lambat laun
kasus pedofilia semakin marak terjadi di negara kita. Oleh karena itu peran
generasi penerus bangsa sangat di harapkan dan sangat berpengaruh kepada bangsa kita, akan di bawa
kemanakah nasib Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Akankah kita sebagai
generasi muda memilih untuk diam,
pasif dan acuh tak peduli terhadap hal
tersebut. Pastinya jawabannya akan bervariatif.
Ada generasi muda yang lebih memilih
untuk diam saja dan ada generasi muda yang berusaha untuk melakukan perubahan yang lebih baik terhadap nasib moral bangsa
Indonesia.
Pada kasus
pedofilia Jakarta International School,
yang menjadi korban adalah anak-anak yang masih sangat belia. Sungguh
miris di dengar bukan ?
Padahal anak merupakan generasi penerus bangsa, karena
di pundaknya terletak tugas bangsa yang belum terselesaikan oleh
generasi-generasi sebelumnya.
Sebagai
generasi penerus cita-cita bangsa dan negara, anak-anak harus dapat tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani dan rohani, cerdas,
bahagia, berpendidikan dan bermoral tinggi serta terpuji. Perlindungan anak
merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan dalam wujud memberikan
kesejahteraan dalam konteks kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Dengan demikian kami akan membahas sedikit
tentang pedofilia yang terjadi pada kasus pelecehan seksual yang terjadi di JIS
( jakarta international school ).
1.2
tujuan
dan manfaat
1.
tujuan
:
a.
Untuk
memahami pengertian pedofil secara lebih mendalam.
b.
Untuk
memahami dampak pedofil.
c.
Untuk
mengetahui faktor faktor terjadinya pedofil.
d.
Untuk
menanggulangi pedofilia terhadap generasi penerus bangsa.
2.
Manfaat
:
a.
Dapat
memahami pengertian pedofil.
b.
Dapat
memahami dampak pedofil.
c.
Dapat
mengetahui faktor faktor pedofil.
d.
Dapat
menanggulangi pedofilia terhadap generasi penerus bangsa.
BAB
II
PERMASALAHAN
1.
Apa
pengertian pedofilia ?
2.
Apa
saja dampak pedofilia terhadap para korban di JIS ?
3.
Apa
saja faktor faktor penyebab terjadinya pedofilia ?
4.
Apa
saja yang dapat kita lakukan untuk menanggulangi pedofilia ?
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian pedofilia
Kata
ini berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (παιδοφιλια)—pais
(παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang
bersahabat" atau "persahabatan".[5] Di zaman modern, pedofil
digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih
anak" dan sebagian besar dalam konteks ketertarikan romantis atau seksual.
Pada
diagnose medis, Pedofilia didefinisikan sebagai gangguan
kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (usia 16 tahun
ke atas), yang biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau
eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun ke bawah, walaupun masa
pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal berusia lima tahun lebih muda
dalam kasus pedofilia remaja (16 tahun ke atas) baru dapat diklasifikasikan
sebagai pedofilia.
Menurut dokter spesialis
kejiwaan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Teddy Hidayat,
ada tiga jenis Pedofilia.Yang pertama, adalah Immature
Pedophiles. Menurut Teddy, pengidap Immature Pedophiles cenderung
melakukan pendekatan kepada targetnya yang masih anak-anak di bawah umur.
Misalnya dengan cara mengiming-imingi korban dengan hal-hal menyenangkan
seperti permen, uang jajan atau permainan.
Tipe yang kedua adalah Regressed Pedophiles. Pemilik kelainan seksual
ini biasanya memiliki istri sebagai kedok penyimpangan orientasi seksualnya.
Tak jarang pasangan ini memiliki masalah seksual dalam rumah tangga mereka.
Menurut beliau, dalam beroperasi, tipe ini langsung main paksa terhadap
korbannya, tanpa ada iming-iming tertentu.
Tipe
yang terakhir, menurut Teddy, lebih agresif. Karena sifatnya itu, pengidap
kelainan ini diberi nama Agressive Pedophiles. Orang tipe ini
rata-rata memiliki perilaku anti-sosial di lingkungannya. Tipe ini biasanya
memiliki keinginan untuk menyerang korbannya, bahkan tidak jarang berpotensi
membunuh korbannya setelah dinikmati.
3.2 Dampak Pedofilia
Kekerasan seksual terhadap anak
memang perlu diwaspadai orang tua. Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta Internasional School (JIS) mungkin
bisa menjadi pembelajaran bagi orang tua untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap anak. Kasus JIS
bukan kasus pertama kekerasan seksual terhadap anak-anak. Ini menunjukkan bahwa anak
merupakan sasaran empuk bagi pelaku karena mudah di pengaruhi. Bukan tanpa
alasan, dampak psikologis pada korban akan sangat berpengaruh pada kehidupannya.
Jika
trauma tidak segera dihilangkan pada anak secara dini, ketika dewasa mereka
cenderung bermasalah terkait dengan hubungan dengan lawan jenis. Ia cenderung
berpikir negatif terhadap lawan jenis. Karena pelecehan yang dialami menjadi pengalaman
seks pertama bagi anak. Sebagian korban pelecehan seksual perlu penanganan yang
serius dari orang tua, perlu penanaman nilai religius dan perhatian yang cukup.
Jangan biarkan anak menghayati pengalaman itu. Jika tidak, sangat memungkinkan
kelak anak akan meniru tindakan tersebut. Sungguh mengerikan jika hal tersebut
terjadi.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa dampak
terbesar dari akibat perilaku pedofilia itu adalah psikologis korban. Kelompok kami juga
berpendapat jika pedofil terus meningkat di bangsa ini, maka cepat atau lambat
bangsa kita akan juga terhambat untuk berkembang. Karena apa?, korban kejahatan
seksual seperti pedofil itu adalah remaja atau anak anak dibawah umur yang
merupakan fondasi – fondasi pembangun
bangsa Indonesia. Jika penerusnya dirusak dengan kejahatan kejahatan tersebut
bagaimana nasib bangsa kita kedepannya?. Bukan tidak mungkin lagi budaya timur
yang selama ini kita junjung tinggi akan tersingkir dengan budaya budaya
barat yaitu perilaku perilaku individu
yang mencerminkan penyimpangan sosial.
3.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pedofilia
Dari Penelitian membuktikan bahwa
penderita Pedofilia kebanyakan adalah yang memiliki dua kemungkinan. Pertama,
dulunya dia juga korban pencabulan anak dan/atau kedua, pelaku gemar mencari variasi dalam usaha
mendapatkan kepuasan seksual, mungkin karena bosan dengan partner seksnya atau
malah kesulitan mendapat partner seks dewasa.
Intinya, memang sang Pedofil
hanya tertarik pada anak-anak (atau remaja) sebagai media pemuas nafsu seks
mereka. Akibatnya , si korban pun nantinya akan mendapat peluang untuk menjadi generasi
penerus Pedofilia.
Oleh
karena itu, kasus-kasus Pedofilia ini memang sudah menjadi ‘rantai lingkaran
setan’ yang harus segera ‘diputuskan’.
Pedofilia
belum bisa diobati. Namun, berbagai perawatan yang tersedia yang bertujuan
untuk mengurangi atau mencegah ekspresi perilaku Pedofilia, mengurangi prevalensi
pelecehan seksual terhadap anak. Pengobatan terhadap Pedofilia sering kali
membutuhkan kerjasama antara penegak hukum dan profesional kesehatan dan
medis. Teknik pengobatan seperti, terapi perilaku kognitif (seperti
terapi relaksasi dan distraksi) telah terbukti mengurangi tingkat
residivisme pada para pelaku kejahatan seksual. Sementara, sejumlah
teknik terapi lain yang diusulkan untuk mengobati Pedofilia sedang
dikembangkan, meskipun tingkat keberhasilannya sangat rendah.
Dalam sebuah artikel yang kelompok kami kutip di dw.de
juga menjelaskan Sekelompok ilmuwan lintas institusi menyelidiki penyebab
prilaku pedofil. Kendati beragam hasil penelitian sudah dipublikasikan terkait
prilaku menyimpang itu, hingga kini ilmuwan belum berhasil menguak fungsi otak
seorang pedofil, kata Pakar Psikologi dan Psikoterapi Jerman, Jorge Ponseti.
"MRT membuka jalan untuk
mempelajari aktivitas dan struktur otak. Yang menyenangkan adalah kami tidak
harus membedah kepala pelaku," katanya. Penggunaan MRT serta merta
menggandakan temuan terkait prilaku seorang pedofil.
Pakar medis misalnya menyusun
karakter yang mengarah pada pelaku kejahatan seksual. "Pedofil biasanya
menunjukkan penyimpangan dalam Neuropsikologi," kata Ponseti. "Tingkat
intelegensia-nya kira-kira lebih rendah delapan persen ketimbang
rata-rata."
"Yang menarik adalah usia
korban berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan pelaku," imbuhnya lagi.
Jadi semakin bodoh seorang pelaku, semakin muda juga usia anak di bawah umur
yang menjadi korbannya.
Selain itu temuan terbaru
membuktikan, pedofil cendrung memiliki tubuh yang lebih pendek ketimbang
rata-rata penduduk. Ilmuwan Kanada juga melaporkan, pedofil mengalami cedera
kepala dua kali lipat lebih banyak ketimbang anak-anak pada umumnya.
Kelompok kami juga berpendapat pedofilia timbul
karena mental setiap individu yang rusak. Menurut kami ini disebabkan masih
mudahnya akses situs porno dalam masyarakat sehingga setiap masyarakat dapat
dengan mudah mengakses situs tersebut.
Selain karena hal tersebut. Menurut kami
pedofilia juga disebabkan lingkungan yang kurang bagus. Sehingga membuat
seseorang merasa tindakan tindakan kriminal seksual sudah lumrah dan legal
untuk dilakukan.
Jadi peran orang tua terhadap anak dan keluarga
mereka sangat penting sehingga tidak lagi terlahir dan terhindar timbulnya
pedofilia di keluarga mereka.
3.4 Cara Menanggulangi Pedofilia
Dalam rangka menekan angka pedofilia
di Indonesia terdapat beberapa cara yang dilakukan. Yang pertama ialah penegakan
hukum. Pengaturan tentang tindak pidana pedofilia telah
diatur dalam hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Namun kebijakan formulasi
peraturan
perundangan-undangan
mempunyai beberapa kelemahan. Pada tahap aplikatif hakim tidak bebas untuk
menentukan jenis-jenis sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap pembuat
tindak pidana pedofilia. Hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan
tersebut tidak membuat peraturan atau ketentuan yang bersifat khusus atau
menyimpang dari KUHP, sehingga apapun jenis sanksi pidana yang tertuang dalam
undang-undang harus diterapkan oleh hakim. Kebijakan penanggulangan tindak
pidana pedofilia di masa yang akan datang tetap harus dilakukan dengan sarana
penal. Kebijakan formulasi hukum pidana harus lebih optimal dan mampu untuk
menjangkau perkembangan jenis kejahatan
khususnya
yang berkenaan dengan delik kesusilaan atau pedofilia.
Selain
itu sebagai penekanan lain juga dapat di lakukan dalam keluarga. Terutama
melaui orang terdekat. Contohnya orang tua.
Sebagai orang tua, tentu rasa
kekhawatiran kita terhadap keamanan dan keselamatan buah hati kita akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya kasus kejahatan seks terhadap anak-anak
dan remaja di dalam negeri, saat ini. Namun, selalu ada cara bagi kita semua
untuk setidaknya mengurangi rasa kekhawatiran tersebut. Pengenalan seks dini
terhadap buah hati Anda dapat menjadi salah satu solusi. Seto Mulyadi, Doktor
Psikologi anak Universitas Indonesia (UI) yang biasa akrab dipanggil Kak
Seto itu mengatakan pendidikan seks usia dini dapat dimulai sejak anak berusia
dua setengah hingga tiga tahun.”Pada usia dua setengah sampai tiga tahun,
anak-anak mulai memegang organ intimnya. Jadi, orang tua dapat memperkenalkan
tentang kesehatan reproduksi pada usia tersebut,” ujarnya.
Ketua pertama Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) itu juga mengatakan, pendidikan
seks bisa dimulai dari bagaimana menjaga kesehatan organ intim anak-anak, mulai
dari harus dibersihkan setiap saat hingga tidak boleh memegang organ intim saat
tangan kotor. Anak juga perlu diajarkan untuk menjaga organ intimnya, seperti
menolak bila orang lain (siapapun, meski saudara terdekatpun) hendak memegang
atau meraba organ intim mereka. Mereka perlu tahu risiko penyakit-penyakit
kelamin menular yang tidak diinginkan bila mereka tidak menjaga kebersihan
organ intim mereka sendiri. Jangan lupa juga untuk mengingatkan anak untuk
tidak meraba, memegang atau mengganggu organ intim orang lain.”Anak harus jadi
garda terdepan untuk melindungi dirinya sendiri. Anak juga perlu diajarkan
berteriak dan melapor kepada orang tua, apabila ada yang ingin meraba organ
intimnya. Hal ini akan dilakukan anak hingga mereka dewasa,” ujarnya lagi.
Selain itu, di sekolah,
diperlukan juga koordinasi yang baik antara pihak orang tua dan pihak sekolah,
terutama guru (wali kelas secara langsung) yang melalui waktu paling banyak
bersama murid di lingkungan sekolah. Dengan adanya kerjasama dan komunikasi
yang baik diantara orang tua dan guru kelas, tanggung jawab akan peranan
masing-masing akan dapat lebih ditingkatkan, dan diharapkan keamanan dan
keselamatan buah hati kita di sekolah pun akan lebih terjaga.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas kami menyimpulkan bahwa pedofilia
merupakan gangguan
kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (usia 16 tahun
ke atas), yang biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau
eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun ke bawah, walaupun masa
pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal berusia lima tahun lebih muda
dalam kasus pedofilia remaja (16 tahun ke atas) baru dapat diklasifikasikan
sebagai pedofilia. Seperti halnya yang terjadi
di JIS ( Jakarta International School),kasus kekerasan seksual yang dialami
oleh salah satu siswa JIS yang berinisial AK. Hal tersebut menimbulkan dampak
negatif pada korban, utamanya pada gangguan psikologis.
Kelompok kami
menyimpulkan jika pedofil terus meningkat di bangsa
ini, maka cepat atau lambat bangsa kita akan juga terhambat untuk berkembang.
Karena apa?, korban kejahatan seksual seperti pedofil itu adalah remaja atau
anak anak dibawah umur yang merupakan fondasi – fondasi pembangun bangsa Indonesia. Jika penerusnya
dirusak dengan kejahatan kejahatan tersebut bagaimana nasib bangsa kita
kedepannya?. Bukan tidak mungkin lagi budaya timur yang selama ini kita junjung
tinggi akan tersingkir dengan perilaku perilaku individu yang mencerminkan
penyimpangan sosial.
Kelompok kami juga menyimpulkan bahwa pedofilia
timbul karena mental setiap individu yang rusak. Menurut kami ini disebabkan
masih mudahnya akses situs porno dalam masyarakat sehingga setiap masyarakat
dapat dengan mudah mengakses situs tersebut.
Selain karena hal tersebut. Menurut kami pedofilia
juga disebabkan lingkungan yang kurang bagus. Sehingga membuat seseorang merasa
tindakan tindakan kriminal seksual sudah lumrah dan legal untuk dilakukan.
Dalam menanggulangi kasus pedofilia peran orang
terdekat sangat berpengaruh, seperti halnya orang tua dan guru. Harus benar-benar
mengawasi kegiatan anaknya atau anak didiknya. Yang kedua, memberikan
pendidikan seks usia dini,agar anak benar-benar memahami apa yang seharusnya
lindungi dari orang lain, contohnya bagian organ intim. dan terakhir penegakan
harus jelas dan tegas agar dapat menekan angka pertumbuhan pedofilia di Negara
kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://intisari-online.com/read/tiga-jenis-paedofiliahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia
http://www.oprah.com/oprahshow/Meet-Masha_1/1
www.antaranews.com/berita/432518/kak-seto-pendidikan-seks-sejak-anak-25-tahun
http://www.dw.de/darimana-hasrat-seksual-pedofil-berasal/a-17651137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar